Iklan Terbaru

06.56

RUU Pengendalian Dampak Tembakau Jadi Prioritas


Rabu, 16 Desember 2009 | 08:38 WIB

Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan merupakan salah satu prioritas yang akan dibahas oleh DPR pada tahun 2010.

”RUU Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Kalau masuk dalam skala prioritas, secara normatif dan politis harus disahkan. Selain itu, sekarang undang-undang diharapkan selesai dalam dua kali masa sidang agar tidak berlarut-larut,” ujar anggota Komisi IX Bidang Kesehatan, Ledia Hanifa Amaliah dari Fraksi PKS, Selasa (15/12/2009).

RUU Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan, menurut Ledia, lebih kepada upaya preventif mengendalikan dampak tembakau terhadap kesehatan. Selama ini rancangan undang-undang itu kerap tertunda karena dipandang tidak ada payung hukum yang menjadi dasar mengapa dampak tembakau harus dikendalikan. Sekarang telah terdapat Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa tembakau sebagai salah satu zat adiktif.

”Bukan ingin mematikan petani tembakau atau melarang orang merokok, tetapi perlu pengaturan agar dampak tembakau terhadap kesehatan yang sangat merugikan itu ada pengaturan jelas,” ujarnya. Masyarakat diharapkan memberikan masukan-masukan.

RUU Pengesahan FCTC

Secara terpisah, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, sekaligus Ketua Bidang Advokasi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, mengatakan, persiapan pemerintah menyusun RUU Pengesahan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan langkah maju. ”Pengesahan itu sudah mendesak karena di tataran internasional Indonesia akan dicemooh jika tidak ikut serta. Sudah 160 negara ikut mengesahkan. Cepat atau lambat pemerintah tidak bisa menahan laju isu pengendalian tembakau,” ujarnya.

Penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyebutkan bahwa pengeluaran rokok bagi rumah tangga miskin mencapai Rp 117.624 per bulan. Pendapatan masyarakat miskin tertinggi kedua digunakan untuk membeli rokok, yakni sekitar 12,4 persen dari pendapatan sehingga dana untuk pangan dan pendidikan tergusur.

Setelah nanti RUU Pengesahan FCTC disahkan, pemerintah harus membuat aturan soal iklan, pemasaran, kemasan rokok, konsumen, dan sebagainya dalam bentuk undang-undang.

06.43

Fakta-Fakta Rokok & Perokok

Perhatikanlah fakta-fakta yang mengejutkan berikut tentang rokok dan perokok
di Indonesia dan dunia:

1. Sejauh ini, tembakau berada pada peringkat utama penyebab kematian yang
dapat dicegah di dunia. Tembakau menyebabkan satu dari 10 kematian orang
dewasa di seluruh dunia, dan mengakibatkan 5,4 juta kematian tahun 2006. Ini
berarti rata-rata satu kematian setiap 6,5 detik. Kematian pada tahun 2020
akan mendekati dua kali jumlah kematian saat ini jika kebiasaan konsumsi
rokok saat ini terus berlanjut.

2. Diperkirakan, 900 juta (84 persen) perokok sedunia hidup di negara-negara
berkembang atau transisi ekonomi termasuk di Indonesia. The Tobacco Atlas
mencatat, ada lebih dari 10 juta batang rokok diisap setiap menit, tiap
hari, di seluruh dunia oleh satu miliar laki-laki, dan 250 juta perempuan.
Sebanyak 50 persen total konsumsi rokok dunia dimiliki China, Amerika
Serikat, Rusia, Jepang dan Indonesia. Bila kondisi ini berlanjut, jumlah
total rokok yang dihisap tiap tahun adalah 9.000 triliun rokok pada tahun
2025.

3. Di Asia, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Indonesia menempati
urutan ketiga terbanyak jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa.
Namun, sampai saat ini Indonesia belum mempunyai Peraturan Perundangan untuk
melarang anak merokok. Akibat tidak adanya aturan yang tegas, dalam
penelitian di empat kota yaitu Bandung, Padang, Yogyakarta dan Malang pada
tahun 2004, prevalensi perokok usia 5-9 tahun meningkat drastis dari 0,6
persen (tahun 1995) jadi 2,8 persen (2004).

4. Peningkatan prevalensi merokok tertinggi berada pada interval usia 15-19
tahun dari 13,7 persen jadi 24,2 persen atau naik 77 persen dari tahun 1995.
Menurut Survei Global Tembakau di Kalangan Remaja pada 1.490 murid SMP di
Jakarta tahun 1999, terdapat 46,7 persen siswa yang pernah merokok dan 19
persen di antaranya mencoba sebelum usia 10 tahun. "Remaja umumnya mulai
merokok di usia remaja awal atau SMP," kata psikolog dari Fakultas Psikologi
UI Dharmayati Utoyo Lubis.

5. Sebanyak 84,8 juta jiwa perokok di Indonesia berpenghasilan kurang dari
Rp 20 ribu per hari–upah minimum regional untuk Jakarta sekitar Rp 38 ribu
per hari.

6. Perokok di Indonesia 70 persen diantaranya berasal dari kalangan keluarga
miskin.

7. 12,9 persen budget keluarga miskin untuk rokok dan untuk orang kaya
hanya sembilan persen.

8. Mengutip dana Survei Ekonomi dan Kesehatan Nasional (Susenas), konsumsi
rumah tangga miskin untuk tembakau di Indonesia menduduki ranking kedua
(12,43 persen) setelah konsumsi beras (19.30 persen). "Ini aneh tatkala
masyarakat kian prihatin karena harga bahan pokok naik, justru konsumen
rokok kian banyak,"

9. Orang miskin di Indonesia mengalokasikan uangnya untuk rokok pada urutan
kedua setelah membeli beras. Mengeluarkan uangnya untuk rokok enam kali
lebih penting dari pendidikan dan kesehatan.

10. Pemilik perusahaan rokok PT Djarum, R. Budi Hartono, termasuk dalam 10
orang terkaya se-Asia Tenggara versi Majalah Forbes. Ia menempati posisi
kesepuluh dengan total harta US$ 2,3 miliar, dalam daftar yang dikeluarkan
Kamis (8/9/2005).

11. Sekitar 50% penderita kanker paru tidak mengetahui bahwa asap rokok
merupakan penyebab penyakitnya.

12. Dari 12% anak-anak SD yang sudah diteliti pernah merasakan merokok
dengan coba-coba. Kurang lebih setengahnya meneruskan kebiasaan merokok ini.


13. Besaran cukai rokok di Indonesia dinilai masih terlalu rendah. Saat ini,
besarnya cukai rokok 37 persen dari harga rokok. Bandingkan dengan India (72
persen), Thailand (63 persen), Jepang (61 persen).

14. Sebanyak 1.172 orang di Indonesia meninggal setiap hari karena tembakau.

15. 100 persen pecandu narkoba merupakan perokok.

16. Perda DKI Jakarta No 2 Tahun 2005, Pasal 13 ayat 1: Tempat umum, sarana
kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat
proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan
umum dinyatakan sebagai kawasan dilarang merokok. — Pelanggarnya diancam
dengan sanksi pidana berupa denda maksimum Rp 50 juta, atau 6 bulan
kurungan. Kenyataannya, Perda ini seperti dianggap tidak ada oleh perokok,
dan pemerintah pun tidak tegas dalam menjalankannya.

Hmm, seandainya pemerintah dapat tegas menjalankan Perda di atas, mungkin
hutang pemerintah akan langsung lunas dibayar para perokok… [image:
:mrgreen:] Selain itu tentunya akan mengurangi pencemaran udara, membuat
masyarakat lebih sehat, mengurangi angka kemiskinan, dan mengurangi angka
kriminalitas.

Di antara 16 fakta di atas, fakta mana yang paling mengejutkan untuk Anda?
Kalau untuk saya, fakta nomor 5 yang paling mengejutkan. Saya jadi ingat
kata-kata: tidak ada perokok yang terlalu miskin untuk membeli rokok.
Tampaknya kata-kata itu ada benarnya. Mereka lebih memilih rokok
dibandingkan kebutuhan pokok mereka lainnya


Bagaimana opini anda terhadap pernyataan diatas...??

06.31

Pengusaha Rokok di Malang Tolak UU Pengendalian Tembakau

Selasa, 15 Desember 2009 | 12:52 WIB

TEMPO Interaktif, Malang - Sejumlah pengusaha rokok kecil di Malang menolak Rancangan Undang-undang Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan disahkan menjadi Undang-undang.

Menurut Mohammad Iksan, Pemilik Pabrik Rokok Mitra Lima di Kabupaten Malang, undang-undang ini bisa mematikan pabrik rokok kecil. "Dengan cukai 35 persen saja, pabrik kecil sudah kolaps. Apalagi dengan cukai 65 persen," katanya kepada TEMPO, Selasa (15/12).

Rancangan Undang-undang Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan sudah selesai dibahas oleh DPR. Dalam rancangan ini, disebutkan pengenaan tarif cukai rokok sebesar 65 persen. Selain itu, pabrik rokok dilarang melakukan promosi dan iklan rokok di media massa.

Pabrik rokok kecil tak memasalahkan soal larangan promosi dan iklan rokok. "Yang kami beratkan adalah soal besarnya cukai," ujarnya.

Menurut Iksan, matinya pabrik rokok kecil akan berdampak pada PHK tenaga kerja yang sangat banyak. Sebagai contoh, Mitra Lima mempunyai lebih dari 200 tenaga kerja, yang sebagian besar diantaranya adalah wanita.

Iksan menuturkan Undang-undang Pengendalian Tembakau akan merugikan masyarakat secara tidak langsung. Di Malang, banyak orang yang secara tidak langsung hidup dari industri rokok, seperti para pedagang pasar di lingkungan pabrik rokok. Jika pabrik rokok tutup akibat adanya Undang-undang Pengendalian Tembakau maka akan ada ribuan orang yang tak mendapatkan penghasilan.

Undang-undang Pengendalian Tembakau juga akan merugikan Pemerintah Daerah. Selama ini Pemerintah Daerah mendapatkan bagi hasil cukai rokok yang besar.

Pemerintah Kota Malang yang mempunyai 70 pabrik rokok menerima Rp 17,6 miliar. Jumlah ini mengalami peningkatan 400 persen dari tahun 2008 yang mencapai Rp 4 miliar. Sedangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang yang memiliki 374 perusahaan rokok menerima Rp 5,2 miliar pada tahun lalu dan tahun ini menerima 26 miliar. "Dana bagi hasil rokok itu digunakan untuk pembangunan sosial kemasyarakatan," ujar Iksan.


Bagaimana pendapat anda... ??

02.14

Statistik kematian akibat rokok

Di Malaysia, merokok menyumbang kepada lebih 10,000 kematian setahun; 30 peratus daripadanya disebabkan 10 jenis kanser, iaitu paru-paru, mulut, esofagus, tekak, pankreas, pundi kencing, buah pinggang, serviks, kolon dan perut, 50 peratus kematian berpunca daripada sakit jantung dan strok dengan pecahan 25 peratus masing-masing.

Menurut Dr Sallehudin, lebih 100,000 perokok dimasukkan ke hospital kerajaan di seluruh negara akibat sakit jantung, kanser dan penyakit sekatan pulmonari kronik (COPD) dan lebih penting, negara mengalami kerugian kira-kira RM20 bilion setahun bagi menanggung kos rawatan dan kehilangan produktiviti.